Dari Aisyah Radhiyallâhu ‘anhâ berkata: Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke dalam rumah, sementara di tempatku terdapat dua orang anak (sahaya) wanita yang sedang menyenandungkan nyanyian Bu’ats. Lalu kemudian beliau shalallahu ‘alaihi wasallam berbaring di atas tempat tidur dengan membalikkan wajahnya.
Tak lama kemudian, masuklah Abu Bakar dan menghardikku seraya berkata, “Senandung syaithan ada di dekat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ?” Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pun memandang Abu Bakar dan menukas: “Biarkanlah mereka berdua.” Ketika beliau sudah tidak menghiraukan lagi, maka saya pun memberi isyarat pada kedua budak wanita itu sehingga keduanya pun keluar.
Kemudian pada hari raya, orang-orang Sudan (berkulit hitam) bermain darqoh (perisai) dan tombak. Ada kalanya aku yang meminta kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam atau beliau yang menawarkan kepadaku, “Apakah kamu ingin melihatnya?” Saya menjawab, “Ya.” Maka beliau pun menempatkanku berdiri di belakangnya, dan pipiku menempel di pipi beliau sembari beliau bersabda: “Teruskan bermain wahai bani Arfidah (julukan untuk bangsa Habasyah)” Hingga aku pun bosan sehingga beliau bertanya, “Sudah cukup?” Aku menjawab, “Ya.” Beliau berkata, “Pergilah.” (HR Bukhari no 949 dan Muslim no 792).
Di dalam riwayat lain : “Maka ada kalanya lakukanlah seperti halnya anak-anak kecil yang suka bermain-main.”
Diantara Faidah Hadits yang dapat kita petik adalah
- Pentingnya orang tua memberikan kelonggaran kepada anak-anak di dalam permainan yang mubah, terutama di dalam event/momen tertentu.
- Memberikan kelonggaran kepada anak ini hendaknya di dalam perkara yang diridhai Allah
- Pendidik hendaknya memahami sifat anak-anak yang menyukai hiburan dan permainan dan memberi kemudahan kepada mereka (dalam hal ini). Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya agama yang paling dicintai Allah adalah agama yang lurus dan toleran.” (HR. Ahmad dan HR. At-Tirmidzi, Sanadnya shahih dengan berkumpulnya jalan riwayatnya).
- Menyediakan hiburan bagi anak-anak termasuk sarana-sarana pendidikan yang sukses.
- Menyesuaikan antara sikap serius dan bermain di dalam mendidik merupakan metode pendidikan sukses yang efektif.
- Hendaknya pendidik bisa menjadi teman dekat bagi anak didiknya, sehingga bisa mencari tahu kebutuhan dan keinginannya.
- Apabila senandung syair tanpa diiringi musik dan terbebas dari kata keji dan kotor, maka tidak ada perbedaan pendapat tentang bolehnya. Ini yang dinukilkan oleh Ibnu Abdil Barr.
- Bolehnya menabuh duff (rebana) -yaitu terbuka satu bagian sisinya- hanya bagi wanita di dalam pesta pernikahan dan ini adalah pendapat Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin. Dan Ibnu Utsaimin sendiri membolehkan menabuh rebana bagi laki-laki dan wanita di dalam perayaan Ied dan ketika orang yang pergi datang/kembali.
- Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkari kedua sahaya wanita tersebut dikarenakan keduanya masih kanak[1]kanak, dan ini dilakukan di hari Ied yang merupakan hari kegembiraan dan suka cita. Juga karena kedua sahaya tersebut menyenandung[1]kan nyanyian Anshar yang berisi peristiwa hari Bu’ats yang berkaitan dengan keberanian dan peperangan.
- Bolehnya melakukan pengingkaran di tengah kehadiran orang yang lebih tua/senior.
- Menjaga pikiran dan perasaan orang yang lebih tua sebagaimana yang dilakukan Aisyah, dan ini termasuk adab.
- Bolehnya seorang ayah mendidik puterinya di tengah kehadiran suaminya.
- Bermainnya orang Habasyah di dalam Masjid, menunjukkan kebolehannya di hari Ied, bukan menunjukkan anjuran.
Referensi :
Diringkas dari E-Book 40 Hadits Seputar Pendidikan Anak oleh Syaikh Abdul Aziz Al-Huwaithan, alih bahasa Ustadz Abu Salma Muhammad