Waktu ini bukanlah milik kita yang dapat kita atur sendiri, waktu ini terus berputar dan kita tetap harus berjalan, bahkan berlari agar kita tak tertinggal. Mungkin kita akan tidak mampu jika harus mengerjakan semua hal pada waktu yang sama, padahal kita tetap harus mencapainya.
Begitu juga dalam mendidik anak, kita harus memberikan pengetahuan tentang agamnya, yang mungkin itu adalah pengetahuan yang seluruhnya penting. Namun kita tidak mungkin akan memberikannya seluruhnya sekaligus, oleh karena itu kita mulai dari yang terpenting, kemudian yang penting berikutnya.
- Tanamkan Tauhid Pada Anak sejak kecil
Abdullah bin ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma– menceritakan, suatu hari saya berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عبْد الله بن عَبّاسٍ -رَضِي اللهُ عَنْهُما- قالَ: كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَوْمًا، فَقَالَ: ((يَا غُلاَمُ، إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ؛ احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ
“Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat:Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta,mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.”
(HR. Tirmidzi di dalam kitab Sunan At Trmidzi no. 2516, HR. Ahmad bin Hambal di dalam kitab Al Musnad: 1/307, dan beberapa ulama lainnya).
Dari hadits tersebut dapat kita ambil beberapa faidah tentang pendidikan anak, diantaranya:
- Kecintaan Rasulullah pada anak kecil, ditunjukkan dengan sikap beliau yang membonceng Ibnu Abbas (yang masih kecil) di belakangnya dan memanggilnya dengan panggilan ‘yaa ghulaam’ yang bisa kita terjemahkan ‘nak’.
- Hadits tersebut berisi perintah kepada anak untuk ta’at kepada Allah dan menjauhi maksiat, untuk kebahagiaan di dunia dan akherat.
- Allah akan menyelamatkan orang-orang yang beriman dari kesulitan ketika mereka menunaikan hak Allah dan hak sesama manusia ketika bahagia, sehat dan kaya.
- Menanamkan aqidah dalam jiwa anak dengan hanya meminta dan memohon perlindungan kepadaNya.
- Menetapkan aqidah, iman kepada takdir, takdir yang baik maupun yang buruk dan itu adalah salah satu dari rukun iman.
- Mendidik anak untuk selalu semangat menghadapi kehidupan dengan keberanian dan cita-cita dan menjadi seseorang yang bermanfaat untuk umat.
- Kenalkan Fiqih dengan keteladanan nyata
Setelah penanaman tauhid dan aqidah pada anak, kini waktunya mereka mulai mengenal untuk apakah semua itu, bagaimanakah cara mengagungkan nama Penciptanya, bagaimanakah megungkapkan rasa cintanya kepada Sang Pencipta dan beribadah kepadaNya. Oleh karena itu, kenalkan dan ajarkanlah fiqih secara bertahap, sebagaimana yang telah dicontohkan kepada kita.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ
“Perintahkanlah anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka untuk dipaksa shalat, ketika mereka berusia sepuluh tahun.” (HR. Abu Daud 495 dan dishahihkan Syaikh Al-Albani).
Hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah mengajarkan agar bertahap dan perlahan ketika mengajarkam fiqih, terutama fiqih-fiqh yang diperlukan sehari-hari. Kita ajarkan mulai dari yang penting, seperti fiqih thaharah, yaitu wudhu, fiqih shalat kemudian baru berlanjut ke materi fiqih lain yang dapat dipahami anak.
Materi fiqih biasanya akan lebih mudah jika dijelaskan dengan praktek. Sehingga anak akan melihatnya secara langsung. Hal yang paling penting adalah keteladanan dari orang-orang di sekelilingnya, itu akan sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.
- Tumbuhkan kecintaan kepada ilmu, Al-Qur’an dan orang-orang shalih
Dikatakan bahwa : Belajar di waktu kecil seperti mengukir di atas batu. Bisa kita bayangkan betapa sulitnya mengukir di atas batu. Agar tidak salah mengukir, harus disiapkan dulu konsepnya, harus dengan tatah khusus untuk batu, harus dengan kerja keras dan ketekunan, sehingga didapatkan ukiran batu yang indah dan mahal harganya, yang tidak mudah lekang karena hujan dan terik mentari.
Demikianlah mendidik anak, mengajarkan ilmu dan al qur’an pada anak-anak. Kesulitannya tidak dapat tergambarkan dan hanya bisa diibaratkan dengan mengukir di atas batu supaya manusia mengetahui betapa sulitnya.
Namun, jika kita terus berusaha mengajarkan ilmu dan Al-Qur’an kepada anak maka hasilnya adalah seperti ukiran di atas batu yang akan sulit terhapus dalam ingatannya. Sebagaimana syair yang diungkapkan oleh Imam Syafi’i rahimahullah,
Anak-anak itu mengingat apa saja yang engkau katakan kepadanya
Dan tidak akan melupakannya, karena hatinya seperti permata yang bening
Maka ukirlah apa saja kebaikan yang engkau inginkan
Maka dia akan datang dengan hal itu dari ingatannya secara sempurna
Menanamkan kecintaan kepada ilmu dan al qur’an dapat kita lakukan dengan cara menceritakan kisah-kisah orang-orang shalih dengan berbagai kelebihan mereka dalam hal ilmu dan menghafal al-qur’an setiap menjelang tidur. Karena waktu menjelang tidur adalah waktu yang baik untuk memberikan doktrin-doktrin yang diharapkan meresap pada diri anak. Kisah-kisah yang kita sampaikan nantinya akan terbawa dalam hayalan tidur mereka, sehingga akan menumbuhkan keinginan dan cita-cita dalam jiwa anak, ingin menjadi seperti tokoh yang diceritakan.
Menggunakan metode kisah ini adalah suatu cara yang cukup efektif, karena pada umumnya anak-anak menyukai cerita dan membutuhkan figur yang dapat dijadikan idola dalam hidupnya.
- Ajarkan Akhlak dan Adab
Sudah terdapat contoh dari Nabi dalam mengajarkan adab dan akhlaq pada anak-anak. Hal ini tampak pada sikap beliau ketika memberikan pelajaran kepada Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Banyak contoh dari Rasulullah tentang bagaimana beliau mengajarkan adab kepada anak-anak. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
“Saat saya masih kecil dalam asuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, saya menggerak-gerakkan tangan di dalam nampan (yang ada makanannya). Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatiku,
يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ » . فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِى بَعْدُ
“Nak, sebutlah nama Allah (yaitu bacalah Bismillah saat hendak makan). Makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang ada di sisi dekatmu.”. Maka seperti itulah caraa makanku setelah itu. (HR. Al-Bukhari no. 5376 dan HR. Muslim no. 2022)
Hadits tersebut menunjukkan kelembutan dan kepiawaian Rasulullah ketika menasehati, terutama kepada anak-anak. Beliau memanggil dengan panggilan sayang kemudian baru menyampaikan apa yang beliau inginkan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan teguran dan pelajaran kepada Ibnu Umar yang pada waktu itu masih kecil. Hal ini menunjukkan bahwa tidak mengapa kita menyalahkan perbuatan anak dengan tujuan membenarkan dan memberikan pelajaran.
- Jika Tak Sayang, Tak Akan Disayang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan ummatnya untuk memiliki rasa kasih sayang dan kelembutan.
الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَانُ، اِرْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Para penyayang akan disayang oleh Ar-Rahmaan (Allah yang Maha Penyayang-pen), maka sayangilah yang ada di bumi niscaya kalian akan disayangi oleh Dzat yang ada di langit” (HR Abu Dawud no 4941 dan At-Thirmidzi no 1924, dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam As-Shahihah no 925).
Dalam hadits yang lain, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,
فَإِنَّ الرِّفْقَ لَمْ يَكُنْ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ مِنْ شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya lemah lembut tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan memperkeruhnya” (HR. Abu Dawud, sanadnya shahih).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah teladan dari segala hal, termasuk dalam hal menyayangi anak-anak. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dalam hadits Abu Hurairah, beliau shalallahu ‘alaihi wasallam berkata,
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ الْحَسَنَ فَقَالَ إِنَّ لِي عَشْرَةً مِنْ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ وَاحِدًا مِنْهُمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( إِنَّهُ مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ))
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mencium Hasan bin ‘Ali dan di dekatnya duduklah ‘Aqra’ bin Jabis at-Tamimi, kemudian ‘Aqra’ berkata: Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh orang anak, dan aku tidak pernah menciumnya satupun. Rasulullah melihat kepadanya dan berkata: ‘Barang siapa yang tidak menyayangi, tidak akan disayangi’ (HR. Muslim).
Hadits tersebut menggambarkan secara jelas kepada kita tentang betapa besarnya kasih sayang Rasullah kepada anak-anak. Selain itu beliau juga memberikan contoh bagaimana mengungkapkan kasih sayang kita pada anak-anak.
Hak yang harus ditunaikan orangtua kepada anaknya bukanlah hanya kebutuhan materi semata, hak yang terpenting adalah kasih sayang dari kedua orangtuanya dan orang-orang di sekelilingnya. Hal tersebut akan membantu pertumbuhan kepribadian dan rasa percaya diri anak.
Menanamkan jiwa sosial pada anak adalah dimulai dari dalam lingkungan keluarga yang melingkupi anak tersebut. Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan, kemantapan jiwa anak dalam keluarga akan sangat mempengaruhi bagaimana dia akan hidup di masyarakat.
Dimulai dari lingkungan keluarga yang kondusif, sejak kecil anak harus dikenalkan dengan lingkungan sekitar, baik itu lingkungan masyarakat ataupun lingkungan tempat hidup. Dengan demikian anak akan lebih mudah berteman dan beradaptasi.
Pertumbuhan dan perkembangan anak pastilah dipengaruhi oleh lingkungan kehidupannya. Kepribadian seseorang pastilah terbentuk dari berbagai hal yang dialaminya mada masa pertumbuhan, yaitu dari anak-anak hingga ia menginjak dewasa. Hal-hal yang mempengaruhi hal itu diantaranya adalah keluarga, lingkungan, pendidikan formal, teman dan sifat bawaan dari anak itu sendiri.
Semoga bermanfaat dan dapat memberikan panduan kepada kita semua untuk mendidik anak-anak kita tercinta. Aamiin. Wallahu a’lam bis shawab
Penulis: Ummu Fawwaz Rinautami Ardi Putri
Referensi:
- Huquuq Da’at Ilaiha al Fitrahwa Qarrarat-ha asy-Syari’ah, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin.
- Nashiihatii Linnisaa’i, Ummu ‘Abdillah bintu Syaikh Muqbiil bin Hadi al Waadi’ii
- Nidaa’u ilaal Murabbiyiina wal Murabbiyaat litaujiihil Baniin wal Banaat, Syaikh Muhammad bin Jamiil Zainuu.
- Taisiirul Kariimir Rahmaani fii Tafsiiri Kalaami Manaani, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nasir as-Sa’diy