Hal yang perlu kita amati sebelum melangkah dan mengayunkan pena kita di atas kertas putih itu adalah kepribadian. Seperti apakah kertas yang akan kita tulisi, sehingga kita mengetahui bagaimana kita harus menulis agar kertas itu tidak rusak. Kita harus mengenal dengan baik kepribadian dan bakat anak sehingga kita akan dapat mengarahkannya dengan mudah sesuai dengan kepribadian dan bakatnya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan,
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
‘Tidaklah beriman secara sempurna seorang hamba, hingga ia mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai kebaikan itu untuk dirinya sendiri’ (HR. Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45).
Jika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk memberikan kebaikan yang kita cintai kepada saudara kita, maka terlebih lagi kepada anak-anak kita sendiri.
Wahai Ayah dan Bunda.. mendidik bukan berarti menjadikan ‘anak didik’ itu menjadi sosok yang kita inginkan. Akan tetapi, mendidik yang sebenarnya adalah mengarahkan ‘anak didik’ itu kepada jalan yang semestinya ia lalui, yaitu jalan Islam yang lurus dan selamat.
Pernahkah kita cermati? Bahwa Islam pun tidak memaksakan seseorang untuk menjadi ‘orang lain’ yang bukan dirinya sendiri. Coba kita lihat Sahabat Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang terkenal dengan watak yang tegas dan keras. Setelah masuk Islam pun, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tidak memerintahkan untuk merubah watak asli tersebut, akan tetapi mengarahkannya kepada sifat yang terpuji dan yang diridhai oleh Islam.
Contohnya ketika perang Badar telah usai, Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wasallam merundingkan nasib para tawanan kaum musyrikin dengan para sahabatnya. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu menganjurkan untuk membunuh semuanya, sedangkan Abu Bakar radhiyallahu anhu justru mengatakan :
يَا نَبِيَّ اللهِ، هُمْ بَنُو الْعَمِّ وَالْعَشِيرَةِ، أَرَى أَنْ تَأْخُذَ مِنْهُمْ فِدْيَةً فَتَكُونُ لَنَا قُوَّةً عَلَى الْكُفَّارِ، فَعَسَى اللهُ أَنْ يَهْدِيَهُمْ لِلْإِسْلَامِ
“Wahai Nabi Allâh, mereka adalah anak dari paman dan keluarga kita, aku memandang jikalah engkau mengambil denda dari mereka sehingga dapat memperkuat kita dalam menghadapi orang kafir, mudah-mudahan Allâh memberi hidayah mereka agar masuk Islam”. (HR. Muslim, no. 1763).
Setelah keislaman Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, kemuliaan dan kekuatan Islam semakin bertambah. Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Kami senantiasa menjadi mulia semenjak Islamnya Umar.” Beliau juga berkata, “Aku memandang, tidaklah kami dapat shalat di baitullah kecuali setelah Islamnya Umar. Setelah Umar masuk Islam ia memerangi kaum musyrikin hingga mereka membiarkan kami mengerjakan shalat.” (Al-Mu’jamul Kabir, 9:165)
Satu lagi, seorang Sahabat yang sangat pemberani, yang sebelum ia masuk Islam ia adalah ahli pedang dan orang yang sangat hebat dalam pertarungan. Dialah Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu. Ketika saudaranya menemui Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam untuk berislam, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menanyakan tentang Khalid, seraya berkata..
“Orang seperti Khalid tidak mengenai Islam? Andaikan ia gunakan kehebatan dan ketangguhannya –yang selama ini ia gunakan untuk yang lain– bersama kaum muslimin, tentu akan lebih baik baginya.”
Setelah Khalid bin Walid masuk Islam, maka jadilah ia seorang tentara Allah yang tangguh. Bahkan ia diberi gelar ‘Saifullah’, yang artinya Pedang Allah. Sungguh itu merupakan gelar yang sangat mulia, yang ia dapatkan dengan karakternya yang pemberani serta keahliannya yang bisa memberi manfaat untuk kaum muslimin.
Demikianlah mendidik anak, kita perlu mengetahui apakah anak ini tipe Umar yang keras, ataukah Khalid yang pemberani, ataukah Abu Bakr yang lembut dan mudah tersentuh hatinya, atau bahkan mungkin tipe Utsman bin Affan yang pemalu dan lebih banyak lagi watak-watak dominan yang mungkin ada pada diri anak-anak kita.
Hal yang perlu kita ingat adalah bahwa setiap anak itu mempunyai karakter sendiri-sendiri. Jika kita menginginkan karakternya berkembang dengan baik, maka kita harus menyikapinya dan membimbingnya sesuai dengan karakternya. Mengarahkan karakter dan watak asli anak tersebut kepada fitrah Islam yang mulia. Sehingga nantinya sifat dasar apapun yang dimiliki anak-anak kita itu akan menjadi modal untuk melakukan berbagai ketaatan dan penghambaan kepada Allah ta’ala.
Wahai ayah bunda.. Segala upaya untuk membuatnya indah dan berkilau adalah pertolongan dari Allah ta’ala kemudian karena perhatian dan kasih sayangmu kepadanya. Karena engkau menginginkan ia menjadi hambaNya yang ta’at kepada Rabbnya, karena engkau tak ingin melihatnya dilempar ke dalam panasnya api neraka dan karena engkau rindu untuk dipertemukan kembali dengnnya di FirdausNya kelak.
Semoga Allah memberikan pertolongan kepada kita dalam mendidik anak-anak kita. Aamiin. Wallahu a’lam bis shawab
Penulis: Ummu Fawwaz Rinautami Ardi Putri
Referensi:
- Huquuq Da’at Ilaiha al Fitrahwa Qarrarat-ha asy-Syari’ah, Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin.
- Nashiihatii Linnisaa’i, Ummu ‘Abdillah bintu Syaikh Muqbiil bin Hadi al Waadi’ii
- Nidaa’u ilaal Murabbiyiina wal Murabbiyaat litaujiihil Baniin wal Banaat, Syaikh Muhammad bin Jamiil Zainuu.
- Taisiirul Kariimir Rahmaani fii Tafsiiri Kalaami Manaani, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nasir as-Sa’diy.